Modul PMM Topik dan Pelatihan: Profil Pelajar Pancasila Modul 4: Dimensi Bergotong Royong Elemen Dimensi Bergotong Royong

 Modul PMM Topik dan Pelatihan: Profil Pelajar Pancasila

 Modul 4: Dimensi Bergotong Royong
 

Elemen Dimensi Bergotong Royong

Elemen Kolaborasi

Untuk bisa bergotong royong, pelajar Indonesia harus mampu melakukan kolaborasi. Kolaborasi adalah kemampuan kerja sama yang ditunjukkan dengan sikap positif, terampil berkoordinasi, dan pandai berkomunikasi demi mencapai tujuan bersama.


Materi ini membahas tahapan perkembangan elemen kolaborasi di setiap fase murid serta contoh-contoh pembelajaran di sekolah yang bisa guru kembangkan dan adaptasi di sekolah masing-masing.


Referensi:

SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Sublemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka


Salam dan bahagia ibu dan bapak guru

Dalam video kali ini kita akan mulai membahas elemen pertama dari dimensi gotong-royong yaitu elemen kolaborasi. Elemen kolaborasi merupakan sebuah kemampuan kerjasama yang ditunjukkan dengan sikap positif, terampil, berkoordinasi serta pandai berkomunikasi sehingga tujuan gotong royong dapat tercapai dengan optimal. Bagaimana contoh pembelajarannya di setiap jenjang?

Terdapat empat sublemen di dalam elemen kolaborasi ini yaitu kerjasama, komunikasi untuk mencapai tujuan, saling ketergantungan positif dan koordinasi sosial. Kita lihat 2 sub elemen pertama yaitu kerjasama dan komunikasi. Jika merefleksikan pembelajaran di kelas Ibu dan Bapak, Apakah kegiatan kerjasama yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan bersama dengan baik? Bagaimana cara ibu dan bapak menumbuhkan keahlian komunikasi pada diri setiap murid? dan Apakah semua murid sudah terlibat aktif dalam kerjasama yang dilakukan.

Kerjasama adalah aktivitas bersama dari dua orang atau lebih yang diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu. Di dalam kerjasama ini terdapat kepedulian saling percaya saling menghargai saling mendukung dimana terdapat norma yang mengatur agar kerjasama dapat berjalan dengan baik. Indikator suatu kerjasama berjalan dengan baik adalah saat anggota kelompok saling terbuka satu sama lain menghargai hasil pekerjaan teman sekelompok, aktif memberikan masukan dan gagasan, saling peduli serta terbentuk rasa saling membutuhkan dan ketergantungan dalam kelompok. Komunikasi merupakan penyampaian informasi yang berupa ide pemikiran gagasan ataupun perasaan dari satu orang ke orang lain. Komunikasi yang dilakukan dengan baik akan menimbulkan pemahaman yang mendalam sehingga dapat mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku seseorang. Dengan demikian maka diharapkan tujuan yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan optimal. Bagaimanakah alur perkembangan kerjasama dan komunikasi untuk mencapai tujuan ini di setiap jenjangnya?

Pada fase PAUD murid dibiasakan bekerja bersama dalam kelompok serta menyimak informasi untuk kemudian menyampaikannya kembali dalam bahasa lisan. Di fase SD murid mulai menunjukkan perilaku yang sesuai tugas dan peran yang didapatkan. Murid juga mulai menunjukkan harapan positif pada orang lain dalam rangka mencapai tujuan bersama. Di Fase ini, pemahaman akan informasi diperlukan agar murid dapat menyampaikannya kembali melalui berbagai media secara efektif. Fase SMP ditandai adanya penyelarasan tindakan sendiri dengan tindakan orang lain. Murid diharapkan memahami informasi diiringi dengan pemahaman emosi, keterampilan dan keprihatinan yang ditunjukkan orang lain guna mencapai tujuan bersama. Dan di fase SMA atau SMK murid memiliki kemampuan membangun dan mengelola kelompok. Kemampuan analisis terhadap berbagai ekspresi yang ditunjukkan orang lain menjadi modal untuk menggunakan berbagai strategi komunikasi dalam menyelesaikan masalah guna mencapai tujuan bersama. Pada praktiknya di kelas banyak aktivitas kerjasama yang dapat dilakukan di setiap mata pelajaran. Pada topik disiplin positif ibu dan bapak guru mempelajari mengenai keyakinan kelas sebagai pengganti peraturan kelas. Pembuatan keyakinan kelas di awal tahun dapat menguatkan sublemen ini. Dorong setiap murid untuk mengemukakan pemikirannya pastikan murid memahami tujuan dari dibuatnya keyakinan tersebut sehingga kerjasama setiap anggota kelas sangat diperlukan agar tujuan dapat tercapai. Libatkan murid dalam menentukan tujuan dan proses belajar. Pelebibatan murid juga bisa dilakukan dalam Melakukan asesmen umpan balik refleksi dan evaluasi agar murid memahami hal-hal yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan dalam kerjasama, tentu saja di dalam sebuah kerjasama komunikasi menjadi hal yang sangat penting terdapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembiasaan melakukan komunikasi terbuka dengan murid akan membantu mereka terbiasa mengekspresikan diri, memberikan respon yang positif akan membantu menanamkan kepercayaan bahwa guru akan mendengarkan dan menghargai apapun pemikiran mereka. Kembangkan keaktifan komunikasi di kelas dengan menempatkan guru sebagai fasilitator. Ini dapat melatih murid untuk berpendapat mengemukakan pengetahuan yang dimiliki, menganalisis suatu kondisi yang dihadapi bahkan memberikan evaluasi dan solusi.

Sekarang mari kita beralih pada dua sublemen lainnya yaitu ketergantungan positif dan koordinasi sosial. Apakah pembagian peran dalam kelompok sudah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apakah murid sudah dapat menyesuaikan tindakan dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki? Bagaimanakah Bapak dan Ibu menyikapi jika ada murid yang kesulitan menjalankan perannya?

Ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan antara sesama anggota kelompok. Kesadaran bahwa seseorang memerlukan orang lain akan mengarah pada koordinasi sosial dimana terdapat pembagian tugas dan peran yang disesuaikan kemampuan dan kapasitas masing-masing orang. Untuk memahami kemampuan dan kapasitas ini, pada dimensi mandiri terdapat elemen mengenal kemampuan diri. Pengembangan elemen ini akan membantu individu untuk dapat menempatkan diri pada sebuah peran di dalam sebuah kolaborasi. Lalu bagaimanakah alur kedua sublemen ini pada setiap fasenya?

Pada fase PAUD murid dapat mengenal kebutuhan diri sendiri dan kebutuhan orang lain yang sederhana serta dapat bermain menggunakan kesepakatan bersama. Di awal fase SD murid membangun pemahaman bahwa mereka memerlukan orang lain dalam memenuhi kebutuhan dirinya, ini akan membuat mereka melakukan aktivitas kelompok sesuai dengan kesepakatan dan jika ada yang tidak sesuai maka mereka akan saling mengingatkan. Pada akhir fase SD murid dapat menyelaraskan tindakannya dengan peran yang didapat. Murid juga menyadari bahwa peran setiap orang berbeda dan setiap orang akan saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini membuat mereka dapat mempertimbangkan peran orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Di fase MP murid mulai mendemonstrasikan kegiatan berkelompok dengan pembagian tugas dan peran secara mandiri. Dalam kegiatannya mereka dapat menunjukkan bahwa saling membantu diperlukan dalam sebuah tim. Kemudian di fase SMA atau SMK murid mulai saling membantu dalam pemenuhan kebutuhan individu dan kebutuhan kolektif, murid juga diharapkan bisa meneyelaraskan tindakan diri dan anggota serta dapat menerima konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya.

Banyak strategi pembelajaran yang dapat dilakukan di kelas untuk dapat mengembangkan kedua sublemen ini dalam berbagai mata pelajaran rutinkan melakukan kegiatan pengamatan atau observasi berkelompok.  Pencatat atau pengamat adalah peran yang sangat penting agar tujuan pengamatan tercapai. Di PJOK sebuah permainan beregu memerlukan kerjasama dan koordinasi yang baik untuk memenangkan pertandingan, bermain peran di berbagai pelajaran akan menanamkan bahwa pertunjukan akan berhasil jika setiap pemain melakukan tugasnya dengan baik. Rancanglah proyek pembelajaran berkelompok, fasilitasi murid untuk menentukan perannya dalam keberhasilan proyek tersebut. Sama halnya dengan mewujudkan profil pelajar Pancasila, perlu kolaborasi yang optimal dari para guru dan penyelenggara pendidikan untuk membuat cita-cita ini menjadi nyata.

Selamat berkolaborasi ibu dan bapak guru handal,

salam dan bahagia …….

Alur Perkembangan Elemen Kolaborasi



Elemen kepedulian

Pelajar dengan dimensi bergotong royong juga memiliki rasa kepedulian yang mendorongnya untuk bertindak proaktif terhadap kondisi di lingkungan fisik dan sosial.


Materi ini membahas tahapan perkembangan elemen kepedulian di setiap fase murid serta contoh-contoh pembelajaran di sekolah yang bisa guru kembangkan dan adaptasi di sekolah masing-masing.


Referensi:

1. SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Sublemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka

2. Pusat Asesmen dan Pembelajaran. Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. 2021. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Ristek.


Salam dan bahagia ibu dan bapak guru..

Jumpa lagi di topik dimensi bergotong-royong dalam profil pelajar Pancasila. Di video kali ini akan membahas elemen kepedulian, elemen kunci kedua dari dimensi bergotong-royong. Elemen kepedulian terdiri dari dua subelemen yaitu tanggap terhadap lingkungan sosial dan persepsi sosial.

Ibu dan bapak guru selama ini sudah sejauh mana kita mengajak murid-murid tanggap terhadap lingkungan, mengapresiasi penjaga sekolah misalnya. Di dalam konteks dimensi bergotong-royong subelemen tanggap terhadap lingkungan berarti tanggap terhadap keadaan di lingkungan dan masyarakat untuk menghasilkan kondisi yang lebih baik. Penguatan elemen ini dimulai dari jenjang PAUD dengan mengenali dan mengapresiasi orang-orang yang ada dirumah dan disekolah. Pada jenjang SD murid-murid diharapkan peka dan dapat mengapresiasi lingkungan sosial. Murid-murid juga sudah menjalankan peran sosialnya dan menjaga keselarasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Pada jenjang SMP murid-murid naik tingkat tidak hanya tanggap terhadap lingkungan sosial tapi juga mulai berkontribusi sesuai kebutuhan masyarakat. Sementara di jenjang SMA atau SMK murid-murid didorong untuk berkontribusi membuat keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya, misalnya warga di sekitar desa gunung sedang bekerja bakti memperbaiki pagar sekolah. Kekuatan subelemen tanggap terhadap lingkungan digambarkan murid SD Desa Gunung dengan berterima kasih serta memberikan apresiasi pada warga yang sedang bekerja bakti, misalnya dengan mengambilkan minum. Pada jenjang SMP sikap ditunjukkan dengan ikut serta bekerja memperbaiki pagar. Di jenjang SMA atau SMK murid diharapkan membuat keadaan menjadi lebih baik, misalnya mengusulkan membagi warga kedalam kelompok kerja yang efisien.

Ibu dan bapak guru kita akan masuk pada subelemen kedua dalam elemen kepedulian yaitu persepsi sosial. Dalam konteks dimensi ini persepsi sosial berarti memahami mengapa orang lain bereaksi dan melakukan tindakan tertentu. Pelajar Indonesia didorong memahami dan menghargai lingkungan sosialnya, pelajar juga dicita-citakan dapat menghasilkan situasi sosial yang sejalan dengan pemenuhan kebutuhan berbagai pihak. Sublemen ini juga berkaitan dan saling menguatkan dengan elemen akhlak kepada manusia pada dimensi beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Juga berkaitan dengan elemen komunikasi dan interaksi antarbudaya pada dimensi berkebhinekaan global.

Pada jenjang PAUD sublemen persepsi sosial dapat dikuatkan dengan mendorong, mengenali berbagai reaksi orang disekitar, misalnya sedih, Bahagia, marah atau ekspresi lainnya. Di akhir jenjang SD murid diharapkan mampu mengenali berbagai reaksi orang lain, memahami penyebabnya dan menerapkan pengetahuan tersebut. Di tingkat SMP murid belajar untuk menggunakan pengetahuan mengenali berbagai reaksi orang lain dan memahami penyebabnya untuk bertindak tepat sehingga mendapat respon yang diharapkan. Setelah lulus dari jenjang SMA atau SMK murid diharapkan mampu melakukan tindakan yang tepat agar mendapat respon yang diharapkan dalam rangka penyelesaian pekerjaan dan pencapaian tujuan. Dalam prakteknya, misalnya penjaga sekolah terlihat menunduk terdiam, wajahnya sedih dah beberapa kali menghela nafas. Setelah ditanya, penyebabnya adalah karena anak penjaga sekolah sedang sakit. Murid SD dengan suka elemen persepsi sosial akan menanyakan perasaan penjaga sekolah. Setelah mendapatkan jawaban dari penjaga sekolah mereka berupaya untuk melaporkannya pada gurunya. Pada jenjang SMP sikap ditunjukkan dengan bertindak misalnya membawakan makanan dari rumah. Di jenjang SMA atau SMK murid diharapkan bertindak menginisiasi penyelesaian masalah seperti mengusulkan dan membantu penjaga sekolah mengurus pengobatan gratis atau terjangkau melalui jaminan Kesehatan.

Ibu dan bapak guru kita dapat menguatkan elemen kepedulian yang terdiri dari dua sublemen yang telah kita bahas melalui pembiasaan yang konsisten dalam semua program kurikulum. Kita lihat cerita berikut yuk. Pak Awan mengajar di sekolah SMP Muara Asri yang terletak dipinggir sungai besar. Murid-murid di kelas Pak Awan sedang belajar mengenai produk teknologi ramah lingkungan. Pak Awan bercerita mengenai tingginya polusi di sekitar lingkungan termasuk di sungai. Setelah berdiskusi murid-murid sepakat bahwa akan sangat membantu jika ada cara untuk menjernihkan air sungai tersebut, akhirnya kelas memutuskan untuk membuat prototype, penjernih air sederhana secara berkelompok. Pak Awan meminta murid berdiskusi untuk menyelesaikan kebutuhan kelompok, ada yang mengumpulkan dan membuat peralatan terlalu, ada pula yang bekerja membuat lembar amatan percobaan. Setelah itu penjernih air diuji coba dengan menggunakan air sungai di sekitar sekolah. Setelah proses selesai Pak Awan mengajak murid-murid berefleksi, mereka merefleksikan peran masing-masing, bagaimana kontribusi peran tersebut terhadap pekerjaan kelompok, serta bagaimana mereka membantu satu sama lain untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Mereka juga memikirkan apa dampaknya kepada masyarakat sekitar jika prototipe mereka bisa direalisasikan. Melalui mata pelajaran yang diajarkannya, Pak Awan mengajarkan muridnya untuk mengambil peran dalam lingkungan sosialnya. Dalam lingkup kelas murid belajar berkontribusi sesuai peran dan pembagian tugas dan kelompok, walaupun solusi baru berupa prototype sederhana, namun seiring dengan perkembangan karakter dan ilmu murid nantinya bisa saja prototype ini bisa direalisasikan nantinya. Apa yang dilakukan Pak Awan tadi dapat dilakukan pula di jenjang dan mata pelajaran lain disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan murid.

Di kelas PAUD aktivitas ini bisa dilakukan misalnya dengan bermain permainan perasaanku, guru menyiapkan kartu ekspresi gembira dan sedih untuk tiap murid. Setelah itu guru membacakan premis misalnya, aku tidak boleh menonton TV, aku bangun pagi karena harus pergi ke sekolah, kemudian murid diminta memilih kartu yang menggambarkan perasaannya ketika mendengarkan premis tersebut, validasi perasaan murid lalu ajak murid berefleksi mengapa ia merasakan perasaan tersebut melalui cerita teman-teman sekelasnya murid PAUD dapat mempelajari beragam perspektif dan alasan yang ada dibalik satu perasaan. Dengan menguapkan elemen kepedulian kita mendorong murid-murid memahami kebutuhan dan kemampuan diri serta lingkungannya.

Semangat mendidik sosok profil pelajar Pancasila, Ibu dan bapak guru hebat ..

Salam dan bahagia …….

Alur Perkembangan Elemen Kepedulian

Elemen berbagi

Melalui kemampuan berbagi, pelajar Indonesia mampu mengupayakan untuk memberi hal yang dianggap penting dan berharga kepada orang-orang yang membutuhkan.


Materi ini membahas tahapan perkembangan elemen berbagi di setiap fase murid serta contoh-contoh pembelajaran di sekolah yang bisa guru kembangkan dan adaptasi di sekolah masing-masing.


Referensi:

SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Sublemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka


Salam dan bahagia ibu dan bapak guru……

Selamat datang kembali di modul dimensi bergotong-royong. Kita sudah mempelajari dua elemen dari dimensi bergotong-royong yaitu elemen kolaborasi dan kepedulian pada materi sebelumnya. Ada satu lagi elemen kunci terakhir dari dimensi ini yang akan kita pelajari sekarang, yaitu elemen berbagi. Lalu bagaimana ya elemen berbagi ini dimasukkan ke dalam pembelajaran?

Eeh dapat pesan apa nih di Whatsapp group. Hai ah sekilas sepertinya bermanfaat buat WhatsApp Group sekolah, aku bagi saja ke mereka

Itu seriusan ya Sando

Kamu sudah cek informasi ini, barusan aku cek informasi ini hoax

kalau mau berbagi informasi tolong cek dulu ya teman-teman agar kita tidak membagikan informasi yang salah kepada orang lain

Ibu dan bapak guru adegan Sando ia membagikan pesan ke grup chat di atas apakah merupakan contoh perilaku berbagi, ya Sando menunjukkan perilaku berbagi.  Pertanyaan selanjutnya apakah Sando berbagi dalam kontek bergotong-royong? belum tentu, Sando mendapatkan informasi yang sumbernya belum jelas Ia hanya sekilas membacanya tanpa verifikasi dan validasi terlebih dahulu dan ternyata apa yang dibagikan adalah hoax atau berita palsu.

Ibu dan bapak guru elemen berbagi merupakan kemampuan yang dimiliki murid untuk memberikan dan menerima segala sesuatu yang penting bagi dirinya dan orang-orang disekitarnya serta bersedia menjalani kehidupan bersama dengan mengedepankan penggunaan sumberdaya atau fasilitas umum yang ada di masyarakat dengan baik dan sehat. Dari penjelasan tersebut kita dapat menemukan intisarinya yaitu tujuan bersama menjalani kehidupan bersama dengan baik dan sehat dan mengedepankan kepentingan bersama, sehingga jelas bahwa dalam konteks bergotong-royong tujuan bersama-sama lah yang menjadi ciri khas dari setiap elemennya.

Ibu dan bapak guru berikut alur perkembangan elemen berbagi dimulai dari jenjang pondasi PAUD sampai dengan jenjang SMA atau SMK. Pada jenjang PAUD murid mulai dilatih membiasakan diri untuk berbagi ke orang sekitarnya. Pada jenjang SD murid dibiasakan dapat memberi dan menerima hal yang dianggap penting dari atau kepada orang-orang yang ada disekitarnya, masyarakat luas baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Pada jenjang SMP murid didorong untuk berupaya memberikan sesuatu yang dianggap berharga dan penting kepada masyarakat sekitar tempat tinggal yang membutuhkan bantuan. Ssedangkan pada jenjang SMA atau SMK murid diharapkan mampu mengupayakan memberi hal-hal penting dan berharga kepada masyarakat yang lebih luas dalam lingkup negara dan dunia.

Ibu dan bapak guru pembelajaran yang memuat elemen berbagi dalam konteks bergotong-royong dapat dilakukan dalam pembelajaran apapun di kelas maupun ekstrakurikuler, misalnya pada pembelajaran di PAUD guru mengajak murid membuat prakarya bersama teman sebangkunya dengan menggunakan alat dan bahan yang tersedia di kelas secara terbatas. Tujuan bersamanya yaitu menjaga fasilitas bersama alat dan bahan di kelas, jadi selain berbagi peran untuk tujuan prakarya anak juga dilatih untuk bergantian menggunakan alat dan bahan tersebut. Contoh lainnya adalah pada pembelajaran ekstrakurikuler, misal pada jenjang SD murid akan mengikuti kejuaraan antar sekolah secara berkelompok. Elemen berbagi dapat dikembangkan mulai dari proses persiapan dan latihan, misalnya dengan berbagi peran rasa, percaya dengan timnya dan bagaimana tidak egois untuk bermain individu, tetapi bermain secara tim atau kolektif. Pada saat pertandingan murid dilatih berbagi dengan sportivitas pada tim lawan dan menerima hasil akhir yang diputuskan juri. Untuk pembelajaran di jenjang SMP, lakukan identifikasi terlebih dahulu mengenai hal yang dianggap penting dan berharga bagi murid di kelas, kemudian buatlah pembelajaran dari hasil identifikasi tersebut, misal guru mengidentifikasi bahwa mayoritas murid di kelasnya sepakat bahwa waktu bermain dengan teman saat jam pulang sekolah adalah hal yang berharga bagi mereka. Lalu guru membuat kegiatan pengabdian masyarakat sekitar yang dilakukan saat jam pulang sekolah. Kegiatannya bisa beraneka ragam tergantung kebutuhan masyarakat disekitar. Pada pembelajaran di SMA dan SMK ajaklah murid mengamati lingkungan sekitarnya untuk memetakan masalah dan kebutuhan yang ada. Setelahnya, arahkan murid dalam proses diskusi untuk menentukan apa yang bisa mereka bagi atau lakukan dari hasil pengamatannya, misalnya dalam pelajaran biologi. Setelah mempelajari gizi guru mengajak murid mengidentifikasi permasalahan di masyarakat terkait dengan gizi, hasilnya murid mendapatkan informasi bahwa produk makanan kemasan dapat berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi berlebihan. Kemudian guru mengarahkan murid untuk merencanakan apa yang bisa mereka bagikan kepada masyarakat terkait hal tersebut. Lalu murid memutuskan akan berbagi ilmu mengenai cara membaca informasi nilai gizi pada produk makanan kemasan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terkait kadar gula dalam produk kemasan. Hal yang sama bisa dilakukan pada mata pelajaran lain, misal topik devisa negara di mata pelajaran Ekonomi, topik energi di mata pelajaran Fisika, topik kebhinekaan di mata pelajaran PPKN dan lain sebagainya.

Ibu dan bapak guru tentu masih banyak strategi-strategi pembelajaran lain untuk memasukkan elemen berbagi dalam konteks gotong-royong. Elemen berbagi melengkapi elemen kolaborasi dan kepedulian pada dimensi gotong-royong sehingga pelajar Indonesia mampu memberikan, menerima hal-hal yang bermakna bagi diri dan lingkungannya, menjalani kehidupan bersama dengan menjunjung tinggi kepentingan umum termasuk berbagi informasi dan ilmu. Namun hal ini juga perlu dikuatkan dengan dimensi bernalar kritis agar ilmu yang dibagikan relevan dan sesuai dengan fakta.

Apakah kita siap untuk memfasilitasinya ibu dan bapak guru?

Mari kita upayakan bersama ..

Salam dan bahagia ibu dan bapak guru hebat ………..


Alur Perkembangan Elemen berbagi

Latihan Pemahaman



Refleksi

Apa hambatan yang biasanya Ibu/Bapak temui dulu ketika sekolah saat melakukan kerja kelompok? Bagaimana menghadapinya?


Komentar