Modul PMM Topik dan Pelatihan: Profil Pelajar Pancasila Modul 4: Dimensi Bergotong Royong Elemen Dimensi Bergotong Royong
Modul PMM Topik dan Pelatihan: Profil Pelajar Pancasila
Elemen Dimensi Bergotong Royong
Untuk bisa bergotong royong, pelajar Indonesia harus mampu melakukan kolaborasi. Kolaborasi adalah kemampuan kerja sama yang ditunjukkan dengan sikap positif, terampil berkoordinasi, dan pandai berkomunikasi demi mencapai tujuan bersama.
Materi ini membahas tahapan perkembangan elemen kolaborasi di setiap fase murid serta contoh-contoh pembelajaran di sekolah yang bisa guru kembangkan dan adaptasi di sekolah masing-masing.
Referensi:
SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Sublemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka
Salam dan bahagia ibu dan bapak
guru
Dalam video kali ini kita akan
mulai membahas elemen pertama dari dimensi gotong-royong yaitu elemen
kolaborasi. Elemen kolaborasi merupakan sebuah kemampuan kerjasama yang
ditunjukkan dengan sikap positif, terampil, berkoordinasi serta pandai
berkomunikasi sehingga tujuan gotong royong dapat tercapai dengan optimal.
Bagaimana contoh pembelajarannya di setiap jenjang?
Terdapat empat sublemen di dalam
elemen kolaborasi ini yaitu kerjasama, komunikasi untuk mencapai tujuan, saling
ketergantungan positif dan koordinasi sosial. Kita lihat 2 sub elemen pertama
yaitu kerjasama dan komunikasi. Jika merefleksikan pembelajaran di kelas Ibu
dan Bapak, Apakah kegiatan kerjasama yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan
bersama dengan baik? Bagaimana cara ibu dan bapak menumbuhkan keahlian
komunikasi pada diri setiap murid? dan Apakah semua murid sudah terlibat aktif
dalam kerjasama yang dilakukan.
Kerjasama adalah aktivitas
bersama dari dua orang atau lebih yang diarahkan pada pencapaian tujuan
tertentu. Di dalam kerjasama ini terdapat kepedulian saling percaya saling
menghargai saling mendukung dimana terdapat norma yang mengatur agar kerjasama
dapat berjalan dengan baik. Indikator suatu kerjasama berjalan dengan baik
adalah saat anggota kelompok saling terbuka satu sama lain menghargai hasil
pekerjaan teman sekelompok, aktif memberikan masukan dan gagasan, saling peduli
serta terbentuk rasa saling membutuhkan dan ketergantungan dalam kelompok. Komunikasi
merupakan penyampaian informasi yang berupa ide pemikiran gagasan ataupun perasaan
dari satu orang ke orang lain. Komunikasi yang dilakukan dengan baik akan
menimbulkan pemahaman yang mendalam sehingga dapat mempengaruhi sikap, pendapat
dan perilaku seseorang. Dengan demikian maka diharapkan tujuan yang sudah
ditetapkan dapat tercapai dengan optimal. Bagaimanakah alur perkembangan
kerjasama dan komunikasi untuk mencapai tujuan ini di setiap jenjangnya?
Pada fase PAUD murid dibiasakan bekerja
bersama dalam kelompok serta menyimak informasi untuk kemudian menyampaikannya
kembali dalam bahasa lisan. Di fase SD murid mulai menunjukkan perilaku yang
sesuai tugas dan peran yang didapatkan. Murid juga mulai menunjukkan harapan
positif pada orang lain dalam rangka mencapai tujuan bersama. Di Fase ini,
pemahaman akan informasi diperlukan agar murid dapat menyampaikannya kembali
melalui berbagai media secara efektif. Fase SMP ditandai adanya penyelarasan
tindakan sendiri dengan tindakan orang lain. Murid diharapkan memahami
informasi diiringi dengan pemahaman emosi, keterampilan dan keprihatinan yang
ditunjukkan orang lain guna mencapai tujuan bersama. Dan di fase SMA atau SMK murid
memiliki kemampuan membangun dan mengelola kelompok. Kemampuan analisis terhadap
berbagai ekspresi yang ditunjukkan orang lain menjadi modal untuk menggunakan
berbagai strategi komunikasi dalam menyelesaikan masalah guna mencapai tujuan
bersama. Pada praktiknya di kelas banyak aktivitas kerjasama yang dapat
dilakukan di setiap mata pelajaran. Pada topik disiplin positif ibu dan bapak
guru mempelajari mengenai keyakinan kelas sebagai pengganti peraturan kelas. Pembuatan
keyakinan kelas di awal tahun dapat menguatkan sublemen ini. Dorong setiap
murid untuk mengemukakan pemikirannya pastikan murid memahami tujuan dari
dibuatnya keyakinan tersebut sehingga kerjasama setiap anggota kelas sangat
diperlukan agar tujuan dapat tercapai. Libatkan murid dalam menentukan tujuan
dan proses belajar. Pelebibatan murid juga bisa dilakukan dalam Melakukan
asesmen umpan balik refleksi dan evaluasi agar murid memahami hal-hal yang perlu
diperbaiki atau ditingkatkan dalam kerjasama, tentu saja di dalam sebuah
kerjasama komunikasi menjadi hal yang sangat penting terdapat mencapai tujuan
yang diharapkan.
Pembiasaan melakukan komunikasi
terbuka dengan murid akan membantu mereka terbiasa mengekspresikan diri,
memberikan respon yang positif akan membantu menanamkan kepercayaan bahwa guru
akan mendengarkan dan menghargai apapun pemikiran mereka. Kembangkan keaktifan
komunikasi di kelas dengan menempatkan guru sebagai fasilitator. Ini dapat
melatih murid untuk berpendapat mengemukakan pengetahuan yang dimiliki, menganalisis
suatu kondisi yang dihadapi bahkan memberikan evaluasi dan solusi.
Sekarang mari kita beralih pada
dua sublemen lainnya yaitu ketergantungan positif dan koordinasi sosial. Apakah
pembagian peran dalam kelompok sudah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Apakah murid sudah dapat menyesuaikan tindakan dengan kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki? Bagaimanakah Bapak dan Ibu menyikapi jika ada
murid yang kesulitan menjalankan perannya?
Ketergantungan positif adalah
hubungan yang saling membutuhkan antara sesama anggota kelompok. Kesadaran
bahwa seseorang memerlukan orang lain akan mengarah pada koordinasi sosial
dimana terdapat pembagian tugas dan peran yang disesuaikan kemampuan dan
kapasitas masing-masing orang. Untuk memahami kemampuan dan kapasitas ini, pada
dimensi mandiri terdapat elemen mengenal kemampuan diri. Pengembangan elemen
ini akan membantu individu untuk dapat menempatkan diri pada sebuah peran di
dalam sebuah kolaborasi. Lalu bagaimanakah alur kedua sublemen ini pada setiap fasenya?
Pada fase PAUD murid dapat
mengenal kebutuhan diri sendiri dan kebutuhan orang lain yang sederhana serta dapat
bermain menggunakan kesepakatan bersama. Di awal fase SD murid membangun
pemahaman bahwa mereka memerlukan orang lain dalam memenuhi kebutuhan dirinya,
ini akan membuat mereka melakukan aktivitas kelompok sesuai dengan kesepakatan
dan jika ada yang tidak sesuai maka mereka akan saling mengingatkan. Pada akhir
fase SD murid dapat menyelaraskan tindakannya dengan peran yang didapat. Murid
juga menyadari bahwa peran setiap orang berbeda dan setiap orang akan saling
membutuhkan satu sama lain. Hal ini membuat mereka dapat mempertimbangkan peran
orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Di fase MP murid mulai mendemonstrasikan
kegiatan berkelompok dengan pembagian tugas dan peran secara mandiri. Dalam
kegiatannya mereka dapat menunjukkan bahwa saling membantu diperlukan dalam
sebuah tim. Kemudian di fase SMA atau SMK murid mulai saling membantu dalam
pemenuhan kebutuhan individu dan kebutuhan kolektif, murid juga diharapkan bisa
meneyelaraskan tindakan diri dan anggota serta dapat menerima konsekuensi dari
tindakan yang dilakukannya.
Banyak strategi pembelajaran yang
dapat dilakukan di kelas untuk dapat mengembangkan kedua sublemen ini dalam
berbagai mata pelajaran rutinkan melakukan kegiatan pengamatan atau observasi
berkelompok. Pencatat atau pengamat
adalah peran yang sangat penting agar tujuan pengamatan tercapai. Di PJOK
sebuah permainan beregu memerlukan kerjasama dan koordinasi yang baik untuk
memenangkan pertandingan, bermain peran di berbagai pelajaran akan menanamkan
bahwa pertunjukan akan berhasil jika setiap pemain melakukan tugasnya dengan
baik. Rancanglah proyek pembelajaran berkelompok, fasilitasi murid untuk
menentukan perannya dalam keberhasilan proyek tersebut. Sama halnya dengan
mewujudkan profil pelajar Pancasila, perlu kolaborasi yang optimal dari para
guru dan penyelenggara pendidikan untuk membuat cita-cita ini menjadi nyata.
Selamat berkolaborasi ibu dan
bapak guru handal,
salam dan bahagia …….
Alur Perkembangan Elemen Kolaborasi
Elemen kepedulian
Pelajar dengan dimensi bergotong royong juga memiliki rasa kepedulian yang mendorongnya untuk bertindak proaktif terhadap kondisi di lingkungan fisik dan sosial.
Materi ini membahas tahapan perkembangan elemen kepedulian di setiap fase murid serta contoh-contoh pembelajaran di sekolah yang bisa guru kembangkan dan adaptasi di sekolah masing-masing.
Referensi:
1. SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Sublemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka
2. Pusat Asesmen dan Pembelajaran. Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. 2021. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Ristek.
Salam dan bahagia ibu dan bapak
guru..
Jumpa lagi di topik dimensi
bergotong-royong dalam profil pelajar Pancasila. Di video kali ini akan
membahas elemen kepedulian, elemen kunci kedua dari dimensi bergotong-royong. Elemen
kepedulian terdiri dari dua subelemen yaitu tanggap terhadap lingkungan sosial
dan persepsi sosial.
Ibu dan bapak guru selama ini
sudah sejauh mana kita mengajak murid-murid tanggap terhadap lingkungan,
mengapresiasi penjaga sekolah misalnya. Di dalam konteks dimensi bergotong-royong
subelemen tanggap terhadap lingkungan berarti tanggap terhadap keadaan di
lingkungan dan masyarakat untuk menghasilkan kondisi yang lebih baik. Penguatan
elemen ini dimulai dari jenjang PAUD dengan mengenali dan mengapresiasi
orang-orang yang ada dirumah dan disekolah. Pada jenjang SD murid-murid
diharapkan peka dan dapat mengapresiasi lingkungan sosial. Murid-murid juga
sudah menjalankan peran sosialnya dan menjaga keselarasan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Pada jenjang SMP murid-murid naik tingkat tidak
hanya tanggap terhadap lingkungan sosial tapi juga mulai berkontribusi sesuai
kebutuhan masyarakat. Sementara di jenjang SMA atau SMK murid-murid didorong
untuk berkontribusi membuat keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya, misalnya
warga di sekitar desa gunung sedang bekerja bakti memperbaiki pagar sekolah. Kekuatan
subelemen tanggap terhadap lingkungan digambarkan murid SD Desa Gunung dengan
berterima kasih serta memberikan apresiasi pada warga yang sedang bekerja bakti,
misalnya dengan mengambilkan minum. Pada jenjang SMP sikap ditunjukkan dengan
ikut serta bekerja memperbaiki pagar. Di jenjang SMA atau SMK murid diharapkan
membuat keadaan menjadi lebih baik, misalnya mengusulkan membagi warga kedalam
kelompok kerja yang efisien.
Ibu dan bapak guru kita akan
masuk pada subelemen kedua dalam elemen kepedulian yaitu persepsi sosial. Dalam
konteks dimensi ini persepsi sosial berarti memahami mengapa orang lain
bereaksi dan melakukan tindakan tertentu. Pelajar Indonesia didorong memahami
dan menghargai lingkungan sosialnya, pelajar juga dicita-citakan dapat
menghasilkan situasi sosial yang sejalan dengan pemenuhan kebutuhan berbagai
pihak. Sublemen ini juga berkaitan dan saling menguatkan dengan elemen akhlak
kepada manusia pada dimensi beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia. Juga berkaitan dengan elemen komunikasi dan interaksi
antarbudaya pada dimensi berkebhinekaan global.
Pada jenjang PAUD sublemen
persepsi sosial dapat dikuatkan dengan mendorong, mengenali berbagai reaksi orang
disekitar, misalnya sedih, Bahagia, marah atau ekspresi lainnya. Di akhir jenjang
SD murid diharapkan mampu mengenali berbagai reaksi orang lain, memahami
penyebabnya dan menerapkan pengetahuan tersebut. Di tingkat SMP murid belajar
untuk menggunakan pengetahuan mengenali berbagai reaksi orang lain dan memahami
penyebabnya untuk bertindak tepat sehingga mendapat respon yang diharapkan. Setelah
lulus dari jenjang SMA atau SMK murid diharapkan mampu melakukan tindakan yang
tepat agar mendapat respon yang diharapkan dalam rangka penyelesaian pekerjaan
dan pencapaian tujuan. Dalam prakteknya, misalnya penjaga sekolah terlihat
menunduk terdiam, wajahnya sedih dah beberapa kali menghela nafas. Setelah
ditanya, penyebabnya adalah karena anak penjaga sekolah sedang sakit. Murid SD dengan
suka elemen persepsi sosial akan menanyakan perasaan penjaga sekolah. Setelah
mendapatkan jawaban dari penjaga sekolah mereka berupaya untuk melaporkannya
pada gurunya. Pada jenjang SMP sikap ditunjukkan dengan bertindak misalnya
membawakan makanan dari rumah. Di jenjang SMA atau SMK murid diharapkan
bertindak menginisiasi penyelesaian masalah seperti mengusulkan dan membantu
penjaga sekolah mengurus pengobatan gratis atau terjangkau melalui jaminan Kesehatan.
Ibu dan bapak guru kita dapat
menguatkan elemen kepedulian yang terdiri dari dua sublemen yang telah kita
bahas melalui pembiasaan yang konsisten dalam semua program kurikulum. Kita
lihat cerita berikut yuk. Pak Awan mengajar di sekolah SMP Muara Asri yang
terletak dipinggir sungai besar. Murid-murid di kelas Pak Awan sedang belajar
mengenai produk teknologi ramah lingkungan. Pak Awan bercerita mengenai
tingginya polusi di sekitar lingkungan termasuk di sungai. Setelah berdiskusi
murid-murid sepakat bahwa akan sangat membantu jika ada cara untuk menjernihkan
air sungai tersebut, akhirnya kelas memutuskan untuk membuat prototype,
penjernih air sederhana secara berkelompok. Pak Awan meminta murid berdiskusi
untuk menyelesaikan kebutuhan kelompok, ada yang mengumpulkan dan membuat
peralatan terlalu, ada pula yang bekerja membuat lembar amatan percobaan. Setelah
itu penjernih air diuji coba dengan menggunakan air sungai di sekitar sekolah.
Setelah proses selesai Pak Awan mengajak murid-murid berefleksi, mereka
merefleksikan peran masing-masing, bagaimana kontribusi peran tersebut terhadap
pekerjaan kelompok, serta bagaimana mereka membantu satu sama lain untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Mereka juga memikirkan apa dampaknya
kepada masyarakat sekitar jika prototipe mereka bisa direalisasikan. Melalui
mata pelajaran yang diajarkannya, Pak Awan mengajarkan muridnya untuk mengambil
peran dalam lingkungan sosialnya. Dalam lingkup kelas murid belajar
berkontribusi sesuai peran dan pembagian tugas dan kelompok, walaupun solusi
baru berupa prototype sederhana, namun seiring dengan perkembangan karakter dan
ilmu murid nantinya bisa saja prototype ini bisa direalisasikan nantinya. Apa
yang dilakukan Pak Awan tadi dapat dilakukan pula di jenjang dan mata pelajaran
lain disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan murid.
Di kelas PAUD aktivitas ini bisa
dilakukan misalnya dengan bermain permainan perasaanku, guru menyiapkan kartu
ekspresi gembira dan sedih untuk tiap murid. Setelah itu guru membacakan premis
misalnya, aku tidak boleh menonton TV, aku bangun pagi karena harus pergi ke
sekolah, kemudian murid diminta memilih kartu yang menggambarkan perasaannya
ketika mendengarkan premis tersebut, validasi perasaan murid lalu ajak murid
berefleksi mengapa ia merasakan perasaan tersebut melalui cerita teman-teman
sekelasnya murid PAUD dapat mempelajari beragam perspektif dan alasan yang ada
dibalik satu perasaan. Dengan menguapkan elemen kepedulian kita mendorong
murid-murid memahami kebutuhan dan kemampuan diri serta lingkungannya.
Semangat mendidik sosok profil
pelajar Pancasila, Ibu dan bapak guru hebat ..
Salam dan bahagia …….
Elemen berbagi
Melalui kemampuan berbagi, pelajar Indonesia mampu mengupayakan untuk memberi hal yang dianggap penting dan berharga kepada orang-orang yang membutuhkan.
Materi ini membahas tahapan perkembangan elemen berbagi di setiap fase murid serta contoh-contoh pembelajaran di sekolah yang bisa guru kembangkan dan adaptasi di sekolah masing-masing.
Referensi:
SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 009/H/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Sublemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka
Salam dan bahagia ibu dan bapak
guru……
Selamat datang kembali di modul dimensi
bergotong-royong. Kita sudah mempelajari dua elemen dari dimensi
bergotong-royong yaitu elemen kolaborasi dan kepedulian pada materi sebelumnya.
Ada satu lagi elemen kunci terakhir dari dimensi ini yang akan kita pelajari
sekarang, yaitu elemen berbagi. Lalu bagaimana ya elemen berbagi ini dimasukkan
ke dalam pembelajaran?
Eeh dapat pesan apa nih di
Whatsapp group. Hai ah sekilas sepertinya bermanfaat buat WhatsApp Group
sekolah, aku bagi saja ke mereka
Itu seriusan ya Sando
Kamu sudah cek informasi ini,
barusan aku cek informasi ini hoax
kalau mau berbagi informasi
tolong cek dulu ya teman-teman agar kita tidak membagikan informasi yang salah
kepada orang lain
Ibu dan bapak guru adegan Sando
ia membagikan pesan ke grup chat di atas apakah merupakan contoh perilaku
berbagi, ya Sando menunjukkan perilaku berbagi. Pertanyaan selanjutnya apakah Sando berbagi
dalam kontek bergotong-royong? belum tentu, Sando mendapatkan informasi yang
sumbernya belum jelas Ia hanya sekilas membacanya tanpa verifikasi dan validasi
terlebih dahulu dan ternyata apa yang dibagikan adalah hoax atau berita palsu.
Ibu dan bapak guru elemen berbagi
merupakan kemampuan yang dimiliki murid untuk memberikan dan menerima segala
sesuatu yang penting bagi dirinya dan orang-orang disekitarnya serta bersedia
menjalani kehidupan bersama dengan mengedepankan penggunaan sumberdaya atau
fasilitas umum yang ada di masyarakat dengan baik dan sehat. Dari penjelasan
tersebut kita dapat menemukan intisarinya yaitu tujuan bersama menjalani
kehidupan bersama dengan baik dan sehat dan mengedepankan kepentingan bersama,
sehingga jelas bahwa dalam konteks bergotong-royong tujuan bersama-sama lah
yang menjadi ciri khas dari setiap elemennya.
Ibu dan bapak guru berikut alur
perkembangan elemen berbagi dimulai dari jenjang pondasi PAUD sampai dengan
jenjang SMA atau SMK. Pada jenjang PAUD murid mulai dilatih membiasakan diri
untuk berbagi ke orang sekitarnya. Pada jenjang SD murid dibiasakan dapat
memberi dan menerima hal yang dianggap penting dari atau kepada orang-orang
yang ada disekitarnya, masyarakat luas baik yang dikenal maupun tidak dikenal.
Pada jenjang SMP murid didorong untuk berupaya memberikan sesuatu yang dianggap
berharga dan penting kepada masyarakat sekitar tempat tinggal yang membutuhkan
bantuan. Ssedangkan pada jenjang SMA atau SMK murid diharapkan mampu
mengupayakan memberi hal-hal penting dan berharga kepada masyarakat yang lebih
luas dalam lingkup negara dan dunia.
Ibu dan bapak guru pembelajaran
yang memuat elemen berbagi dalam konteks bergotong-royong dapat dilakukan dalam
pembelajaran apapun di kelas maupun ekstrakurikuler, misalnya pada pembelajaran
di PAUD guru mengajak murid membuat prakarya bersama teman sebangkunya dengan
menggunakan alat dan bahan yang tersedia di kelas secara terbatas. Tujuan
bersamanya yaitu menjaga fasilitas bersama alat dan bahan di kelas, jadi selain
berbagi peran untuk tujuan prakarya anak juga dilatih untuk bergantian
menggunakan alat dan bahan tersebut. Contoh lainnya adalah pada pembelajaran
ekstrakurikuler, misal pada jenjang SD murid akan mengikuti kejuaraan antar
sekolah secara berkelompok. Elemen berbagi dapat dikembangkan mulai dari proses
persiapan dan latihan, misalnya dengan berbagi peran rasa, percaya dengan
timnya dan bagaimana tidak egois untuk bermain individu, tetapi bermain secara
tim atau kolektif. Pada saat pertandingan murid dilatih berbagi dengan
sportivitas pada tim lawan dan menerima hasil akhir yang diputuskan juri. Untuk
pembelajaran di jenjang SMP, lakukan identifikasi terlebih dahulu mengenai hal
yang dianggap penting dan berharga bagi murid di kelas, kemudian buatlah
pembelajaran dari hasil identifikasi tersebut, misal guru mengidentifikasi
bahwa mayoritas murid di kelasnya sepakat bahwa waktu bermain dengan teman saat
jam pulang sekolah adalah hal yang berharga bagi mereka. Lalu guru membuat
kegiatan pengabdian masyarakat sekitar yang dilakukan saat jam pulang sekolah.
Kegiatannya bisa beraneka ragam tergantung kebutuhan masyarakat disekitar. Pada
pembelajaran di SMA dan SMK ajaklah murid mengamati lingkungan sekitarnya untuk
memetakan masalah dan kebutuhan yang ada. Setelahnya, arahkan murid dalam
proses diskusi untuk menentukan apa yang bisa mereka bagi atau lakukan dari
hasil pengamatannya, misalnya dalam pelajaran biologi. Setelah mempelajari gizi
guru mengajak murid mengidentifikasi permasalahan di masyarakat terkait dengan
gizi, hasilnya murid mendapatkan informasi bahwa produk makanan kemasan dapat
berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi berlebihan. Kemudian guru mengarahkan
murid untuk merencanakan apa yang bisa mereka bagikan kepada masyarakat terkait
hal tersebut. Lalu murid memutuskan akan berbagi ilmu mengenai cara membaca
informasi nilai gizi pada produk makanan kemasan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat, terkait kadar gula dalam produk kemasan. Hal yang sama bisa
dilakukan pada mata pelajaran lain, misal topik devisa negara di mata pelajaran
Ekonomi, topik energi di mata pelajaran Fisika, topik kebhinekaan di mata
pelajaran PPKN dan lain sebagainya.
Ibu dan bapak guru tentu masih
banyak strategi-strategi pembelajaran lain untuk memasukkan elemen berbagi
dalam konteks gotong-royong. Elemen berbagi melengkapi elemen kolaborasi dan
kepedulian pada dimensi gotong-royong sehingga pelajar Indonesia mampu
memberikan, menerima hal-hal yang bermakna bagi diri dan lingkungannya,
menjalani kehidupan bersama dengan menjunjung tinggi kepentingan umum termasuk
berbagi informasi dan ilmu. Namun hal ini juga perlu dikuatkan dengan dimensi
bernalar kritis agar ilmu yang dibagikan relevan dan sesuai dengan fakta.
Apakah kita siap untuk
memfasilitasinya ibu dan bapak guru?
Mari kita upayakan bersama ..
Salam dan bahagia ibu dan bapak
guru hebat ………..
Komentar
Posting Komentar