Modul PMM, Merdeka Belajar, Modul 3: Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh - Kodrat Keadaan

 Modul PMM Topik dan Pelatihan: Merdeka Belajar 

 Modul 3: Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh

Kodrat keadaan 

Pendidikan bergerak dinamis menyesuaikan keadaan yang terus bergerak begitu cepat. Sebagai guru perlu mengantisipasi dan membaca arah perubahan tersebut. Video ini mengajak kita belajar bersama bagaimana pendidikan yang sesuai dengan kodrat keadaan itu. Apakah cara mengajar kita sudah menyesuaikan dengan keadaan saat ini? 

Referensi: Ki Hadjar Dewantara - Ki Hadjar Dewantara (Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka). Cetakan ke 5: 2013. Penerbit: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa bekerja sama dengan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa 2013


Salam dan bahagia Ibu dan Bapak guru hebat.

Selamat datang di modul mendampingi murid dengan utuh dan menyeluruh. Modul ini terdiri dari beberapa materi. Kali ini kita akan mengulas materi kodrat keadaan agar kita dapat memahami kodrat keadaan pendidikan yang sesuai dengan zaman berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Kodrat keadaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dasar pendidikan murid. Kodrat keadaan terdiri dari dua hal yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa segala perubahan yang terjadi pada murid dihubungkan dengan kodrat keadaan baik alam maupun zaman.

Lalu, bagaimana cara kita menghubungkan dasar pendidikan murid dengan kodrat alam dan kodrat zaman? Kodrat alam adalah dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan dimana mereka berada. Murid dengan kodrat alam perkotaan sejatinya dilihat sebagai bagian dari masyarakat perkotaan, maka pembelajaran yang diterima murid sebaiknya mampu membantu mendekatkannya dengan konteks atau kodrat alamiah, bukan sebaliknya malah menjauhkannya.

Tidak jarang kita menjumpai guru membantu memberikan ilmu dan wawasan diluar konteks dimana murid tinggal dan hidup, misalnya mayoritas murid adalah anak petani karet, diberikan wawasan dan informasi bagaimana menjaga kelestarian dan ekosistem laut. Sebenarnya tidak apa-apa, mungkin saja murid akan mendapatkan informasi dan cara bagaimana menjaga kelestarian laut. Apakah cara dan informasi itu sesuai dengan kodrat alam murid? Oleh sebab itu karena guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar murid maka guru dapat membantu murid dengan memberikan pembelajaran kontekstual. Guru berperan sebagai penghubung murid dengan sumber-sumber belajar yang ada disekitar murid atau disekolah maupun dengan sumber-sumber belajar digital yang mengaitkan setiap materi dengan konteks dimana murid hidup, misalnya materi menjaga kelestarian alam dikontekskan dengan merawat pohon karet agar produksi getahnya semakin baik kualitasnya, dengan membersihkan gulma atau tanaman pengganggu pohon karet. Pembelajaran kontekstual dan peran guru sebagai penghubung sangat dibutuhkan murid, karena itu akan membantu mereka menguatkan kekuatan-kekuatan kodratnya.

Sementara kodrat zaman adalah bagian dasar pendidikan murid yang berhubungan dengan isi dan irama. Isi dan irama pendidikan bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Muatan pendidikan dan cara belajar dikala kita sebagai murid pasti berbeda dengan zaman saat ini. Pendidikan setelah masa kemerdekaan tentu juga berbeda dengan pendidikan pada abad ke-21. Maka kita pendidik bergegas beradaptasi terhadap kodrat zaman untuk membantu murid mencapai selamat dan bahagia.

Perubahan zaman merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dihindari dan dicegah. Perubahan zaman pun akan datang sendiri tanpa diminta. Namun banyak dari kita yang belum menyadari akan hal itu. Kenyamanan-kenyamanan yang dirasakan saat ini akan diselimuti kegelisahan kegelisahan akibat perubahan zaman misalnya kemajuan pesat teknologi membuat cara belajar dan berinteraksi murid juga berubah. Jika tidak kita siapkan dan beradaptasi dengan baik maka murid-murid mungkin tidak akan mampu hidup berdampingan dengan perubahan zaman. Contohnya guru yang terbiasa mengajar dengan menggunakan metode utama ceramah, menyampaikan informasi-informasi yang sudah ada di mesin pencari atau digital, membuat murid memiliki kompetensi yang tidak relevan dan sesuai dengan keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi.

Maka sebagai pendidik kita juga dapat membantu memberikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan tersebut. Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pendidikan secara global, Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa pengaruh-pengaruh dari luar hendaknya tetap dipilah, mana yang sesuai dengan kearifan lokal sosial budaya Indonesia.  Namun, di era berlimpahnya informasi saat ini, kita pendidik tidak bisa membatasi, menolak dan memilih informasi-informasi secara langsung. Pengaruh-pengaruh luar sangatlah banyak dan terus-menerus membanjiri halaman kita. Cara merespon banyaknya pengaruh luar tersebutlah yang menjadi perhatian kita sebagai pendidik. Dengan begitu banyaknya informasi yang dating, kita tidak bisa benar-benar menyaring mana yang diterima oleh murid karena Ia bisa mendapatkan informasi dari mana saja. Yang dapat dilakukan pendidik adalah membantu anak untuk menemukan kecakapan berpikir kritis dalam menerima dan merespon informasi.

Penanaman budaya kearifan lokal yang logis dapat membantu murid menjadi bijak dalam kehidupannya. Jika kita dapat memegang kuat kearifan lokal budaya Indonesia kita juga akan mampu merespon pengaruh-pengaruh luar dengan bijak, sehingga adopsi muatan dan konten pengetahuan akan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Bahkan semakin menguatkannya menjadi kodrat alam dan kodrat zaman dalam mendidik murid-murid kita. Untuk mewujudkan dan menjaga itu semua diperlukan prinsip-prinsip dalam melakukan perubahan. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya sebagai asas “trikon”, kontinyu konvergen dan konsentris.

Kontinyu, kemajuan kebudayaan merupakan keharusan lanjutan langsung dari kebudayaan itu sendiri.

Konvergensi, kebudayaan menuju arah kesatuan kebudayaan dunia atau kemanusiaan.

Konsentris, kebudayaan harus mempunyai karakteristik dan sifat kepribadian sendiri sebagai pusatnya dalam lingkungan kebudayaan dunia atau kemanusiaan.

Maka, dengan menggunakan asas trikon sebagai prinsip melakukan perubahan, kebudayaan bangsa Indonesia tidak akan tertinggal. Kebudayaan Indonesia akan berjalan beriringan dengan kebudayaan lain dan memiliki karakter dan ciri khasnya sendiri.

Mari kita refleksikan bersama!

Apakah kita sudah mampu memberikan pembelajaran berdasarkan kodrat keadaan murid?

Apa yang dapat kita lakukan sebagai pendidik agar kodrat keadaan murid dapat menuntun kekuatan-kekuatan dan potensi pada murid?

Selamat belajar Bapak dan Ibu guru hebat,

Salam dan Bahagia…



Komentar