Modul PMM Topik dan Pelatihan: Kurikulum Merdeka - Modul 2: Kurikulum Merdeka - Capaian Pembelajaran
Modul PMM Topik dan Pelatihan: Kurikulum Merdeka
Capaian Pembelajaran
- Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan. 2020. Naskah Akademik Program Sekolah Penggerak. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi
- SK Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 008/H/KR/2022 tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah Pada Kurikulum Merdeka
- Salinan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 162/M/2021 tentang Sekolah Penggerak
- https://www.getsmarter.com/blog/research-hub/unpacking-blooms-taxonomy-part-1/ diunduh pada tanggal 10 September 2021
Salam dan bahagia Ibu dan Bapak
guru …
Selamat datang kembali pada topik
kurikulum, untuk lebih memahami bagaimana prinsip dan gambaran kurikulum
prototipe, pada materi kali ini kita akan belajar mengenai capaian pembelajaran.
capaian pembelajaran atau CP merupakan kompetensi dan karakter yang ingin
dicapai setelah menyelesaikan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Capaian
pembelajaran setara dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar pada kurikulum
2013.
Kurikulum prototipe mengusung
konsep Merdeka belajar sehingga capaian pembelajaran pun disusun dengan
memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan murid sesuai usianya. Capaian
pembelajaran dirancang berdasarkan fase bukan pertahun. Satu fase memiliki
rentang 1-3 tahun, dengan begitu rentang waktu untuk murid mencapai penguasaan
kompetensi lebih lama. Murid dan guru punya waktu yang lebih leluasa untuk
mengembangkan kompetensi dan memperdalam pemahaman.
Pada kurikulum prototipe, capaian
pembelajaran dibagi menjadi enam fase dimulai dari jenjang SD. Fase A
untuk kelas 1-2, SD fase B untuk kelas 3-4 SD, fase C untuk kelas 5 - 6 SD,
pada jenjang SMP murid akan berada pada fase D. Jenjang SMA terbagi menjadi 2
fase yaitu fase E kelas X dan fase F untuk kelas XI dan XII. PAUD menjadi fase
pondasi untuk mempersiapkan murid siap memasuki fase A.
Capaian pembelajaran setiap fase
memuat kompetensi murid yang ingin dicapai di akhir fase tersebut,misalnya
capaian pembelajaran fase A akan berakhir pada kelas 2 SD sehingga Murid
memiliki waktu 2 tahun untuk menguasai kompetensi yang ada dalam capaian
pembelajaran di fase tersebut.
Capaian pembelajaran fokus memuat
dua hal utama yaitu kompetensi inti dan konten esensial, pertimbangannya ketika
kurikulum memuat konten isi yang terlalu rinci, proses pembelajaran berpotensi
menjadi terlalu padat. Akibatnya pelajaran disampaikan secara terburu-buru
untuk menyelesaikan konten isi yang terperinci tersebut. Jadinya guru cenderung
berfokus pada ketersampaian konten isi dibanding pencapaian kompetensi murid. Dengan
terbatasnya waktu proses belajar menjadi seragam dan kurang memperhatikan
kebutuhan dan karakteristik murid. Pembelajaran pun menjadi tidak mendalam dan
terkesan mengejar penuntasan konten.
Pada kurikulum prototipe capaian
pembelajaran hanya memuat kompetensi inti dan kompetensi esensial dengan tujuan
mendorong proses pembelajaran yang mendalam pada murid jadi penyederhanaan gini
bukan berarti standar capai yang ditetapkan menjadi lebih rendah. Dengan
mengacu pada kompetensi dan konten esensial guru memiliki ruang untuk
mengembangkan kompetensi setiap anak walaupun kompetensi awal mereka
berbeda-beda. Pembelajaran pun menjadi tidak seragam karena berfokus pada
mengembangkan kompetensi bukan penuntasan konten. Seberapa dalam konten isi
yang akan disampaikan dapat disesuaikan dengan kompetensi awal murid capaian
pembelajaran disusun sesuai tahapan perkembangan murid. Kita ambil contoh
capaian pembelajaran dalam mata pelajaran matematika. Dalam matematika terdapat
elemen konten isi dan kecakapan matematika sebagai sebuah kesatuan elemen. Konten
isi dan kecakapan inilah yang akan menjadi dasar pengembangan kompetensi pada
setiap fase. Kita lihat contoh pada elemen geometri mengenai bangun datar, di
akhir fase A kompetensi murid berada pada kemampuan untuk mempresentasikan apa
yang dilihatnya melalui kata-kata. Jika dikaitkan dengan konten isi maka murid
mengenal dan mendeskripsikan berbagai bentuk bangun datar. Pada akhir fase B
kompetensi murid meningkat pada kemampuan untuk membandingkan, namun pada
hal-hal yang masih konkret, seperti membandingkan ciri-ciri berbagai bentuk
bangun datar. Dan pada akhir jenjang SD yaitu fase C, kompetensi murid naik
dari membandingkan menjadi mengklasifikasikan. Namun tetap untuk hal-hal yang
konkret jika dikaitkan dengan konten isi maka murid dapat mengklasifikasikan
berbagai bentuk bangun datar sesuai dengan ciri-cirinya. Naik ke jenjang SMP
kompetensi murid pada fase D, meningkatkan konsep abstrak dan pembuktian,
seperti membuktikan teorema Pythagoras dengan berbagai cara. Di awal jenjang
SMA yaitu fase E, kompetensi murid meningkat ke kemampuan memecahkan persoalan
yang abstrak. Jika dikaitkan dengan konten isi maka murid memiliki kompetensi
untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku. Dan di akhir
jenjang SMA yaitu fase F komposisi mengarahkan ke tahap penerapan untuk konsep
yang abstrak seperti menerapkan teorema tentang lingkaran.
Tahapan pembelajaran ini
disesuaikan dengan empat tahapan perkembangan kognitif anak menurut teori Piaget.
Menurutnya pada usia 0-2 tahun bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia
melalui pengalaman melihat, mendengar, menggapai juga menyentuh. Ketika masuk
pada usia 2-7 tahun anak mulai mempresentasikan dunianya dengan kata dan gambar
mereka mulai menggunakan bahasa serta gambar simbol untuk menggambarkan suatu
konsep yang konkret. Di usia 7 - 11 tahun anak mulai dapat berpikir secara
logis yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah yang konkret anak pun
memiliki kemampuan untuk mengurutkan, mengklasifikasikan dan menganalisis dan
ketika masuk usia 11 tahun keatas, anak sudah bisa berpikir secara abstrak,
lebih logis sehingga memiliki kemampuan memecahkan masalah yang lebih abstrak
dan menarik kesimpulan dari ragam informasi dan pengalaman. Jadi setiap fase
memiliki tingkatan kompetensi yang bertahap dan disesuaikan dengan tahapan
perkembangan murid.
Selain menggunakan teori Piaget,
konsep dasar penyusunan capaian pembelajaran juga menggunakan teori belajar konstruktivisme
yaitu teori yang memandang bahwa belajar merupakan proses membangun pengetahuan
baru dan dilakukan sendiri oleh murid. Pengetahuan baru ini dibangun dari
kemampuan awal, pengalaman belajar dan interaksi sosial yang dimiliki murid.
Konsep ini mengarahkan murid untuk aktif menemukan pengetahuannya sendiri
berdasarkan kematangan kognitifnya. Tentunya setiap murid memiliki kemampuan
awal dan pengalaman yang beragam sehingga hasilnya setiap murid di kelas pun
akan membangun pemahaman masing-masing secara unik. Tujuan dari pendekatan
konstruktivisme adalah untuk membangun pemahaman dengan menciptakan sebuah
karya dimana dalam menciptakan sebuah karya tersebut murid perlu memiliki
pengetahuan dan keterampilan.
Seperti yang kita tahu kemampuan
menciptakan ada di puncak Taksonomi Bloom. Ketika murid maupun
menciptakan sebuah karya misalnya membuat denah rumahnya artinya murid sudah
memahami dan menguasai kompetensi yang diharapkan, memahami cara mengukur
ruangan, menghitung skala dan sebagainya. Maka jika mengacu kepada teori
konstruktivisme sebenarnya kemampuan memahami ada di level yang paling tinggi
berbeda dengan Bloom yang berada di level C2. Jadi saat ini Bapak membaca
kompetensi dalam capaian pembelajaran. Ingat ya bahwa kompetensi di sini
memakai pendekatan konstruktivisme bukan Taksonomi Bloom.
Ibu dan Bapak guru, sebelum kita akhiri video ini, mari kita kembali mengingat bahwa capaian pembelajaran berfokus pada kompetensi inti dan konten esensial yang ingin dicapai. Capaian pembelajaran dibagi dalam fase untuk memberikan rentang waktu yang lebih leluasa kepada murid untuk menguasai kompetensi. Hal ini juga memberikan waktu yang lebih fleksibel kepada Ibu dan Bapak guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid. Dengan menggunakan CP sebagai acuan utama Ibu dan Bapak guru memiliki ruang yang cukup luas untuk memfasilitasi pembelajaran yang mendalam dan bermakna kepada muridnya, dengan demikian murid dan guru terdorong untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat
Selamat belajar dan berproses Ibu
dan Bapak guru hebat
Salam dan bahagia …
Komentar
Posting Komentar